Siang ini panas sekali. Memang selalu begitu, kota
metropolitan ini. Kipas angin atau AC kebanyakan menjadi barang pokok di
tiap-tiap rumah. Tapi untuk Clara berada di depan kipas angin atau ruangan
ber-AC saja itu tidak cukup. Selalu ada ritual rutin untuk menghilangkan panas
yang dirasakannya.
“Halo. Aduh Bar, pergi yuk!” suara Clara dari telepon
terdengar tidak sabar.
“Ritual lagi? Di tempat biasa kan? Ya udah 10 menit lagi
ketemu disana,” Bara ajukan pertanyaan
hanya untuk sekedar meyakinkan.
“Oke, thank you Bar,” respon Clara girang. Telpon ditutup.
“Kenapa gak kesini tadi habis pulang sekolah Cla? Tumben
sore gini ?” Bara bertanya setelah datang 5 menit sehabis Clara di toko es krim
favorit mereka.
“Abisnya tadi masih harus kerja kelompok bentar Bar. Udah
Jakarta panas, tugasnya nambah-nambahin gerah deh. Ini aja barusan pulang, tadi
pulang cuma mandi doang. Udah ah, langsung pesen yuk?” Clara meminta dengan
senyum lebar dan wajah girang.
“Huuu emang dasar, kalo udah masalah makan es krim aja semangat
banget.” Sahabat paling setia ini mencubit pipi Clara. “Mau pesen apa?”
“Seperti biasa dong, pake nanya.” Clara menjulurkan
lidahnya.
15 menit kemudian 2 mangkuk es krim lezat sudah sampai di
meja muda-mudi yang begitu akrab ini.
“Nih Cla, hari ini es krimku rasa tutti frutti, mau?”
“Aaaa” Clara membuka
mulutnya minta disuap.
“Manja banget.” Bara sinis tetapi tetap menyuapinya.
“Hhhmmm.” Clara merasakan kenikmatan es krim suapan dari
Bara.
“Cla, masih gak mau coba pesen es krim lain selain rasa coklat?”
“Nggak, karna aku udah tau rasa Blueberry, Strawberry, Vanila,
Banana split, Mexicaner Ice, Java Ice, Peach
Melba Ice, Rum Raisin, Tutti Frutti, Salty
Hazelnut, Chocolate Chip Cookie Dough , Spaghetti Ice Cream, Gelatoo Sole Mio, Maccha ice cream ....”
“Dan aku selalu suka rasa coklat” Bara memotong kalimat
Clara dan meneruskannya.
“Hehe, nah itu hafal. Lagian kalo aku pingin rasa lainnya
kan selalu kamu kasih? Hihihihi.” Clara cengengesan.
“Haha maunya, dasar.” Bara menjulurkan lidahnya.
“Hhhmmm enaaakkk.” Clara menikmati es krim kesukaannya tanpa
menghiraukan Bara.
Bara melihat sekitar untuk memastikan tidak ada yang
memperhatikan karna suara Clara yang memenuhi ruangan. Dia hanya tersenyum geli
melihat tingkah sahabat imut dan manisnya ini. Bara harus benar-benar sabar dan
memang sudah sangat terbiasa dengan tingkah konyol Clara yang dikenalnya sejak
kelas satu SMP. Menurutnya tingkah Clara masih sama seperti dulu, tidak jauh
berbeda saat masih SMP, dan yang paling dia tau Clara selalu menyenangkan.
Esok hari di sekolah Clara sudah merengek minta pada Bara
untuk ke toko es krim lagi nanti pulang sekolah. “Tambah gede jadi makin rutin
nih makan es krimnya?” Bara heran.
“Hehe, ayolah Bar. Males nih kalo siang panas, lagian nanti aku
kosong nggak ada acara, kamu bisa?”
“Emm, bisa kok,” Bara mengingat acara hari ini.
“Yeeeeee, makasi Bar,” Clara kegirangan. Bel berdering tanda
pelajaran pertama akan segera dimulai, Clara dan Bara masuk ke kelas
masing-masing.
Pulang sekolah Clara segera melesat ke ruang kelas Bara. Bara
tidak ada, inilah yang dibenci Clara dari tidak sekelasnya mereka berdua. Membuat
lebih susah untuk bertemu dibanding saat satu kelas dulu. Clara mencoba menelpon
Bara, tetapi nomor Bara tidak bisa dihubungi. Pasti baterai handphonenya habis,
karna itu kebiasaan buruk Bara yang suka tidak mengecek isi baterainya, pikir
Clara. “Bara kan sudah janji. Aku ke sana aja deh, nanti mungkin dia nyusul,”
Clara bergumam sendiri.
Clara sudah duduk di kursi pengunjung toko es krim favoritnya.
Berada di ruangan bernuansa colourful itu tidak seasik saat berada disana bersama
Bara. Setengah jam berlalu Clara masih menunggu. Dengan maksud berusaha
membunuh bosan, Clara memesan es krim duluan. 1 setengah jam berlalu Clara
masih berpositif thingking bahwa Bara akan datang. Mas Eko pelayan yang kenal betul
Bara dan Clara heran dengan Clara yang dari tadi memperhatikan pintu masuk. 2
jam menunggu membuatnya menghabiskan 3 mangkuk es krim sekaligus. Baru Clara
yakin bahwa Bara tidak akan datang. Gadis ini pulang dengan wajah murung.
Malamnya dia sama sekali tidak mau mengangkat telpon dari Bara.
“Cla Claraa!” Pagi ini Bara sudah sibuk mengejar-ngejar
Clara yang sedari tadi tidak mau berhenti.
“Maaf.” Bara mengucapkan permintaan itu setelah berhasil
meraih tangan Clara. Gadis yang selalu memberikan senyum untuknya kini hanya
diam dan tak menatapnya.
“Soal apa? Makan es krim sendirian? Gak papa, namamu Bara
kan? Kalo kamu disebelahku aku malah jadi lebih kepanasan.” Clara menjawab
sinis.
“Yah jangan gitu dong Cla. Maaf deh, maaf bener.” Minta Bara
yang paling tidak bisa Clara marah, dia hafal betul Clara kalo sudah marah.
Bisa-bisa dia diam tidak mau bicara dengannya. Itu hal yang paling membuat Bara
bingung harus berbuat apa. “Jadi kemarin beneran nunggu aku sampe 2 jam trus
ngabisin es krim 3 mangkuk ya?” Bara cengengesan tapi tertahan setelah sadar
ini bukan waktu yang pas.
“Iya beneran, kok tau? Emang kemarin kemana kok ngilang gitu aja ?” Clara bertanya
dengan wajah cemberut.
“Waktu kamu gak
ngangkat telponku aku langsung ke toko es krim tanya mas Eko. Aku ke rumah
sakit. Kemarin aku dapat telpon dari Ibu kalo Raka kesrempet motor di jalan.
Jadi kemarin langsung brangkat ke rumah sakit.”
“Ha?! Kenapa gak kasih tau aku? Trus Raka gak papa?” Raut
wajah cemberut Clara berubah menjadi sangat kawatir atas berita kecelakaan adik
satu-satunya Bara itu.
“Aku takut kamu nanti jadi sibuk pingin nemenin Raka sampe
malem. Kaki sama tangannya luka-luka. Tapi untung gak ada luka yang serius.
Maunya kamu biar istirahat aja di rumah, soalnya aku perhatikan kamu sekarang
sering sibuk sama banyak tugas. Eh malah nunggu di toko es krim, mana kemarin mau
ngabarin hpku mati. Maaf ya, aku traktir es krim deh?” Bara tersenyum.
“Dug!” Clara memukul Bara keras. “Aaw!” Bara memegang
lengannya kesakitan. “Salah lagi ya Cla? Kenapa?” Bara memelas.
“Kamu itu gimana sih pake ngelarang aku ketemu Raka, nanti aku
mau makan es krim sama Raka di rumah sakit.”
“Hehe, iyadeh. Kirain tadi gak mau ditraktir, tapi es krim rasa coklat kamu kan gak tahan, jadi udah gak
marah dong?” Bara pun lega sudah melihat senyum manis Clara tanda dia
dimaafkan.
“Eh masak jadi tambah panas kalo di dekatku?” Bara mengkonfirmasi kalimat Clara karena tidak terima.
“Hehe nggaaaaakk, weeeee.” Clara menjulurkan lidahnya. “Aku
juga minta maaf deh Bar, aku gampang ngambek gak mau dengerin kamu dulu.” Clara
meminta maaf masih sambil memukul Bara sekali lagi.
“Iya Clarakuuu.” Bara cengengesan sambil memegang lengannya
lagi. Dia heran dengan sahabatnya satu ini, baru kali ini dia menemukan orang
meminta maaf sambil memukul. Tapi toh memang selalu begitu Clara yang
dikenalnya. Seseorang yang dimana Bara tidak ingin jauh darinya.